Dakwah dengan Teladan Kadang Lebih Mengena Daripada dengan Lisan

 


Kadang dakwah dengan teladan atau praktik langsung lebih mengena daripada dengan lisan.

Bagi aktivis dakwah di zaman ini, hendaknya benar-benar meluruskan niat agar niatan dakwahnya hanya kepada Allah dan benar-benar bersabar dalam berdakwah. Bersabar dalam menyampaikan dakwah dan bersabar dengan sikap manusia dalam menghadapi dakwah yang disampaikan. Bisa jadi sebagian manusia mencela, marah, mengacuhkan, bahkan mengganggu dengan berbagai macam cara. Hal ini dikarenakan manusia di zaman ini benar-benar cinta dengan dunia dan tenggelam dengan kepentingan dunia. Tak jarang dakwah mengganggu urusan dunia mereka sehingga mereka merespons negatif. Belum lagi apa yang biasanya didakwahkan sudah sering mereka dengar, nasihat yang mereka terima seringkali hanya berupa gaya bahasa dan retorika belaka tanpa adanya contoh konkret dan perbuatan yang dipraktikkan.

Coba perhatikan hadis berikut:

وَعَنْ أَبِي قَتَادَةَ ( قَالَ : { كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ صلّى الله عليه وسلّم يُصَلِّي وَهُوَ حَامِلٌ أُمَامَةَ بِنْتَ زَيْنَبَ , فَإِذَا سَجَدَ وَضَعَهَا , وَإِذَا قَامَ حَمَلَهَا } مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ . وَلِمُسْلِمٍ : { وَهُوَ يَؤُمُّ اَلنَّاسَ فِي اَلْمَسْجِدِ } .

Dari Abu Qatadah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat sambil menggendong Umamah binti Zainab. Jika beliau sujud, beliau meletakkannya dan jika beliau berdiri, beliau menggendongnya.” (Muttafaqun ‘alaih. Dalam riwayat Muslim, “Sedang beliau mengimami orang-orang di masjid.”) [HR. Bukhari, no. 516 dan Muslim, no. 543].

Faedah yang dapat kita ambil dari hadis di atas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ingin menunjukkan pada orang Arab bahwa beliau sangat menyayangi anak perempuan dengan menggendong Umamah putri Zainab, cucu beliau. Cukup dengan praktik saja, tanpa banyak bicara. Maka, dakwah kadang hanya dengan tindakan, tak perlu banyak retorika. (Diambil faedah ini dari Fiqh Bulugh Al-Maram karya Syaikh Muhammad Az-Zuhaily).

Maka benarlah, hal terberat bagi seorang guru atau ustadz bukanlah agar ilmu sampai dan dipahami oleh muridnya, tetapi bagaimana menjadi teladan yang baik dalam perbuatan sehingga memotivasi dan menginspirasi dalam semangat ilmu, amal, dan akhlak yang mulia. Demikian juga para orang tua pada anak-anaknya.

Silakan praktikkan:

  • dakwahi suami dengan menjadi istri yang baik, tanpa harus jadi seorang ustadzah di rumah.
  • dakwahi orang tua dengan menjadi anak teladan, tanpa harus jadi seorang penceramah di hadapan ayah atau bunda.
  • dakwahi masyarakat dengan akhlak dan tingkah laku yang baik, Insya-Allah akan lebih mengena dan ajakan lainnya akan mudah diterima.

Semoga bahasan ini bermanfaat.

Cara Menilai Keshalihan, Kematangan Akal, dan Akhlaq Seseorang

 


Beginilah cara mengetahui keshalihan, kematangan akal, hingga akhlaq seseorang. Ternyata semuanya kembali pada AKHLAQ.

Syaikh Prof. Dr. Sa’ad Al-Khatslan di status twitter “@saad_alkhathlan”

‎إذا أردت أن تعرف صلاح إنسان فانظر إلى كيفية تعامله مع غيره بالدرهم والدينار. ..
‎‏وإذا أردت أن تعرف عقل إنسان فانظر إلى كيفية محاورته مع من يخالفه وكيف يتصرف إذا غضب؟ .. وإذا أردت أن تعرف أخلاق إنسان فانظر إلى كيفية تعامله مع العمال والخدم والفقراء والمساكين

Jika engkau ingin mengetahui KESHALIHAN seseorang, lihatlah saat ia berurusan uang dengan orang lain.

Jika engkau ingin mengetahui KEMATANGAN AKAL seseorang, lihatlah bagaimana ia berdebat dengan lawan dan bagaimana saat ia emosi.

Jika engkau ingin mengetahui AKHLAQ seseorang, lihatlah bagaimana ia berinteraksi dengan bawahan, pembantu, dan orang miskin.

Perhatikan tiga hadits berikut:

Dari Abu Ad-Darda’ radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‎مَا شَىْءٌ أَثْقَلُ فِى مِيزَانِ الْمُؤْمِنِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ خُلُقٍ حَسَنٍ وَإِنَّ اللَّهَ لَيَبْغَضُ الْفَاحِشَ الْبَذِىءَ

Tidak ada sesuatu pun yang lebih berat dalam timbangan seorang mukmin selain akhlaq yang baik. Sungguh, Allah membenci orang yang berkata keji dan kotor.” (HR. Tirmidzi, no. 2002. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini sahih).

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ أَكْثَرِ مَا يُدْخِلُ النَّاسَ الْجَنَّةَ فَقَالَ « تَقْوَى اللَّهِ وَحُسْنُ الْخُلُقِ ». وَسُئِلَ عَنْ أَكْثَرِ مَا يُدْخِلُ النَّاسَ النَّارَ فَقَالَ « الْفَمُ وَالْفَرْجُ »

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya mengenai perkara yang banyak memasukkan seseorang ke dalam surga, beliau menjawab, “Takwa kepada Allah dan berakhlaq yang baik.” Beliau ditanya pula mengenai perkara yang banyak memasukkan orang dalam neraka, jawab beliau, “Perkara yang disebabkan karena mulut dan kemaluan.” (HR. Tirmidzi, no. 2004 dan Ibnu Majah, no. 4246. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini sahih).

Dari Abu Dzarr Jundub bin Junadah dan Abu ‘Abdirrahman Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhuma, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,

‎اتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ، وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الحَسَنَةَ تَمْحُهَا، وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ

Bertakwalah kepada Allah di mana pun engkau berada; iringilah perbuatan buruk dengan perbuatan baik, maka kebaikan akan menghapuskan keburukan itu; dan pergaulilah manusia dengan akhlaq yang baik.” (HR. Tirmidzi, no. 1987 dan Ahmad, 5:153. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan).

Berguguran di Jalan Hijrah dan Dakwah

 


Bisa jadi ada dari saudara kita yang dahulunya istiqamah di jalan hijrah dan dakwah. Dahulunya bersemangat akan agama, amal shalih dan memberi manfaat bagi sesama. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu ia hilang dari peredaran hijrah dan dakwah. Seolah-olah gugur sebelum waktunya dan mengingatkan kita pada ayat yang menjelaskan kerasnya hari seiring berjalannya waktu akibat fitnah yang begitu dahsyat.

Allah berfirman,

فَطَالَ عَلَيْهِمُ اْلأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ وَكَثِيرٌ مِّنْهُمْ فَاسِقُونَ

“Kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka, lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.” [QS. Al-Hadiid: 16]

Saudara kita yang berguguran di jalan hijrah dan dakwah kini sudah tidak tahu rimbanya, sudah hilang dari majelis ilmu, sudah tidak lama kita berjumpa lagi. Sekali berjumpa, tiba-tiba ia terlihat sudah banyak meninggalkan sunnah dan ajaran Islam. Semisal sudah memotong jenggot, sudah melepas jilbab atau kembali memakai jilbab kecil dan ketat, atau sudah kembali bekerja di instansi riba.

Hal ini bisa saja terjadi akibat tidak menempuh sebab-sebab istiqamah. Sedangkan fitnah dan manisnya dunia benar-benar menipu dan menyeret secara perlahan-lahan orang-orang yang dahulunya istiqamah. Fitnah yang datang secara perlahan-lahan dan terus-menerus inilah yang lebih berbahaya, menyebabkan orang yang terkena fitnah tidak sadar bahwa mereka digiring dalam kelalaian akan akhirat, serta tamak akan dunia. Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam memisalkan dengan fitnah seperti ini dengan anyaman tikar yang lepas satu-persatu dan perlahan-lahan.

Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda,

تُعْرَضُ الْفِتَنُ عَلَى الْقُلُوبِ كَالْحَصِيرِ عُودًا عُودًا

“Fitnah-fitnah akan mendatangi hati bagaikan anyaman tikar yang tersusun seutas demi seutas.” [HR. Muslim no. 144]

Agar tidak gugur di jalan hijrah dan dakwah, ada dua hal yang kami sangat tekankan, meskipun banyak sebab-sebab lainnya yang menyebabkan seseorang istiqamah dalam agama. Dua poin tersebut:

Pertama: Jangan pernah tinggalkan majelis ilmu sama sekali

Setelah kita perhatikan bahwa orang-orang yang meninggalkan majelis ilmu secara perlahan-lahan lalu  hilang secara total, mereka inilah yang futur dan berguguran di jalan hijrah dan dakwah. Pada majelis ilmu, hampir terkumpul semua sebab istiqmah seseorang, sebagaimana dalam hadits berikut:

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ إِلَّا نَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِينَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمُ الْمَلَائِكَةُ وَذَكَرَهُمُ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ

Dan tidaklah sekelompok orang berkumpul di dalam satu rumah di antara rumah-rumah Allah; mereka membaca Kitab Allah dan saling belajar di antara mereka, kecuali ketenangan turun kepada mereka, rahmat meliputi mereka, malaikat mengelilingi mereka, dan Allah menyebut-nyebut mereka di kalangan (para malaikat) di hadapan-Nya.” [HR. Muslim]

Majelis dziqir adalah majelis apa pun yang di dalamnya ada kegiatan mengingat Allah dan hari akhir. Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah menjelaskan,

المراد بمجالس الذكر وأنها التي تشتمل على ذكر الله بأنواع الذكر الواردة من تسبيح وتكبير وغيرهما وعلى تلاوة كتاب الله سبحانه وتعالى وعلى الدعاء بخيري الدنيا والآخرة وفي دخول قراءة الحديث النبوي ومدارسة العلم الشرعي ومذاكرته والاجتماع على صلاة النافلة في هذه المجالس نظر والأشبه اختصاص ذلك بمجالس التسبيح والتكبير ونحوهما والتلاوة حسب وإن كانت قراءة الحديث ومدارسة العلم والمناظرة فيه من جملة ما يدخل تحت مسمى ذكر الله تعالى

 “Yang dimaksud dengan majelis-majelis dzikir mencakup majelis-majelis yang berisi dziqrullah, dengan macam-macam dziqir yang ada (tuntunannya, pent.) berupa tasbih, takbir, dan lainnya. Juga yang berisi bacaan Kitab Allah Azza wa Jalla dan berisi doa kebaikan dunia dan akhirat. Menghadiri majelis pembacaan hadits Nabi, mempelajari ilmu agama, mengulang-ulanginya, berkumpul melakukan shalat nafilah (sunah) ke dalam majelis-majelis dzikir adalah suatu visi. Yang lebih nyatamajelis-majelis dzikir adalah lebih khusus pada majelis-majelis tasbih, takbir dan lainnya, juga qiraatul Qur’an saja. Walaupun pembacaan hadits, mempelajari dan berdiskusi ilmu (agama) termasuk jumlah yang masuk di bawah istilah dzikrullah Ta’ala.” [Fathul Bari, 11: 212]

Kedua:  Mencari teman dan lingkungan yang baik

Hal ini juga sangat penting karena agama seseorang itu tergantung dengan teman dekatnya.

ﺍﻟْﻤَﺮْﺀُ ﻋَﻠَﻰ ﺩِﻳﻦِ ﺧَﻠِﻴﻠِﻪِ ﻓَﻠْﻴَﻨْﻈُﺮْ ﺃَﺣَﺪُﻛُﻢْ ﻣَﻦْ ﻳُﺨَﺎﻟِﻞُ

“Seseorang akan sesuai dengan kebiasaan/sifat sahabatnya. Oleh karena itu, perhatikanlah siapa
yang akan menjadi sahabat kalian.” [HR. Abu Dawud]

Teman sangat mempengaruhi dan memberikan sifat yang ‘menular’ kepada kita. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالْجَلِيسِ السَّوْءِ كَمَثَلِ صَاحِبِ الْمِسْكِ ، وَكِيرِ الْحَدَّادِ ، لاَ يَعْدَمُكَ مِنْ صَاحِبِ الْمِسْكِ إِمَّا تَشْتَرِيهِ ، أَوْ تَجِدُ رِيحَهُ ، وَكِيرُ الْحَدَّادِ يُحْرِقُ بَدَنَكَ أَوْ ثَوْبَكَ أَوْ تَجِدُ مِنْهُ رِيحًا خَبِيثَةً

Seseorang yang duduk (berteman) dengan orang shalih dan orang yang jelek adalah bagaikan berteman dengan pemilik minyak misk dan pandai besi. Jika Engkau tidak dihadiahkan minyak misk olehnya, Engkau bisa membeli darinya atau minimal dapat baunya. Adapun berteman dengan pandai besi, jika Engkau tidak mendapati badan atau pakaianmu hangus terbakar, minimal Engkau dapat baunya yang tidak enak.” (HR. Bukhari no. 2101)

Serta perintah Allah dalam Al-Quran agar kita senantiasa sering berkumpul bersama orang-orang yang jujur dalam keimanannya. Allah berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar (jujur).” (QS. At Taubah: 119)

Demikian semoga bermanfaat